Penggalian arkeologis terhadap situs yang berada di lahan pembuatan bata merah ini digelar selama sepuluh hari. Yaitu, 21-30 Oktober 2019. ’’Sampai hari terakhir ekskavasi, kami sudah menampakkan sekitar 100 meter dari total 200 meter struktur bata yang membentang dari selatan ke utara,’’ kata Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho, Rabu (30/10).
Bangunan ini tersusun dari bata merah kuno. Masing-masing mempunyai dimensi 32 x18 x 6 sentimeter. Ketebalan struktur mencapai 140 sentimeter. Sementara tinggi bangunan yang berhasil digali sekitar 120 sentimeter.
Wicaksono menyebut, tembok kuno ini dibangun pada masa Majapahit. Karena jenis bata merah yang digunakan sama dengan bata merah di situs-situs peninggalan Majapahit di Trowulan. Bangunan kuno ini berbentuk lurus dari arah selatan.
Dia memperkirakan, tembok ini sebagai talud untuk mencegah luapan banjir dari Sungai Brangkal atau Pikatan. Sebab, secara geografis posisi Situs Kumitir berada di dataran banjir Sungai Brangkal. ’’Dianggap mengganggu, maka Majapahit membuat talud supaya airnya tidak naik,’’ ujarnya.
Dugaan itu diperkuat dengan banyaknya material pasir, kerikil, dan bebatuan yang menimbun struktur talud. Diduga, sedimen tersebut berasal dari banjir lahar dingin Gunung Welirang dan Anjasmoro yang melalui Sungai Brangkal.
Menyusul, pada masa lalu, sungai ini letaknya cukup dekat dengan Situs Kumitir. Bahkan, Sungai Brangkal disebutnya menjadi batas alam sisi timur Kota Majapahit. ’’Sekarang bergeser sekitar satu kilometer dari Situs Kumitir,’’ terangnya.
Talud kuno ini diperkirakan mengelilingi sebuah bangunan suci. Salah satunya berupa candi. Itu setelah pihaknya menemukan sejumlah antefiks dan batuan candi sekitar 20 meter di sebelah barat talud. Antefiks merupakan unsur banguan yang berfungsi sebagai hiasan bagian luar pada candi.
’’Antefiks dan batuan candi kami temukan di tempat yang sekarang menjadi pemakaman umum,’’ ujarnya. Bangunan yang diduga berbentuk candi itu diyakini menjadi tempat pendharmaan dua raja Singosari sekaligus pada abad 13 Masehi. Yaitu, Mahesa Cempaka dan Wisnu Wardhana.
Mahesa Cempaka merupakan putra Ken Arok dan Ken Dedes. Dia juga kakek dari Raden Wijaya, raja pertama Majapahit. Sedangkan Wisnu Wardhana putra dari Tunggul Ametung dan Ken Dedes.
Raja Mahesa wafat pada 1286 masehi. Untuk mengenang kematiannya, dibangunlah kompleks tempat suci di Desa Kumitir. Selain sebagai monumen untuk mengenang Raja Mahesa, bangunan suci tersebut sekaligus menjadi tempat pemujaan.
’’Di dalam naskah Negarakertagama, Raja Hayam Wuruk menyebutkan ada pendharmaan di sini. Disebutkan Mahesa Cempaka didharmakan di Kumitir mendampingi Wisnu Wardhana. Dalam Pararaton yang ditulis 300 tahun setelah Majapahit, Kumitir disebut Kumeper,’’ terang Wicaksono.
Semasa hidupnya, Mahesa Cempaka dan Wisnu Wardhana menjadi Raja Singosari secara bersama-sama. Kedua raja ini menjadi ahli waris karena sama-sama menjadi keturunan Ken Dedes dari ayah yang berbeda. Sehingga, zaman Singosari sempat terjadi perebutan kekuasaan antara keturunan Ken Arok-Ken Dedes dengan keturunan Tunggul Ametung-Ken Dedes.
’’Pada masa Wisnu Wardhana, Mahesa Cempaka juga diangkat sebagai raja. Dalam Pararaton digambarkan sebagai ular berkepala dua. Wisnu Wardhana mendamaikan pewaris takhta Singosari,’’ jelasnya.
Bangunan suci tersebut diperkirakan dipertahankan hingga zaman Majapahit. Karena raja ketiga Majapahit, Hayam Wuruk diyakini gemar merenovasi bangunan candi peninggalan kerajaan terdahulu. Sehingga, Situs Kumitir ini menjadi bagian dari Kota Majapahit.
’’Kemungkinan ada renovasi karena Hayam Wuruk senang merenovasi candi-candi lama. Contohnya Candi Jawi, Candi Singosari,’’ tegasnya. Pihaknya memperkirakan struktur talud ini merupakan sisi timur dari Majapahit. Yang sejatinya disebutkan bahwa keraton Majapahit dikelilingi tembok-tembok.
’’Mungkin kami menemukan sisi timur kedaton Majapahit yang posisi tengahnya di sumur upas, segaran,’’ tandasnya. Tembok yang ditemukan saat ini merupakan bagian timur dari talud. Diduga masih terdapat struktur serupa di sisi utara, barat, dan selatan.
Untuk mengungkap seluruh bagian Situs Kumitir, pihaknya akan melanjutkan ekskavasi tahun depan. Untuk itu, hasil ekskavasi ini akan dilaporkan ke Jakarta. ’’Akan kami rekonstruksi seberapa bentangan cagar budaya untuk kami lanjutkan ekskavasi tahun depan. Ini kawasan cagar budaya nasional. Sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,’’ pungkasnya.